PONTIANAK – Ujian Nasional yang menjadi pengunjung
tahunan bagi kalangan siswa di tahun-tahun akhir sekolah, seringkali menjadi
momok yang menakutkan. Berbagai upaya dilakukan oleh para siswa untuk dapat
lulus dalam ujian yang disebut-sebut sebagai penentu itu. Idealnya Ujian Nasional seharusnya dapat
menjadi instrumen valid yang mengukur pemahaman siswa dengan harapan dapat tampil
hasil yang memuaskan sebagai representasi pemerataan pendidikan. Akan tetapi,
hal itu kerapkali menimbulkan rasa serba salah baik pihak sekolah, maupun
siswa. Kurangnya pemahaman menyebabkan timbulnya banyak praktik kecurangan.
Bahkan dalam hal teknis pun seringkali ujian nasional mengundang beragam
persoalan. Namun untuk saat ini, jika ada protes mencuat, lagi-lagi timbul
pertanyaan : adakah yang lebih baik dari Ujian Nasional untuk saat ini?
Dengan berbagai pro-kontra dan pemahaman yang
bervariasi, guru menjadi saksi hasil akhir perjuangan anak didik mereka. Guru hendaknya
terus menerus membuka diri dari informasi agar dapat terus berinovasi dan
menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan Hal inilah yang hendak disampaikan dalam
sebuah kajian pencerdasan yang diadakan BEM FKIP Untan, mengenai Ujian Nasional
yang menggandeng mahasiswa sekota Pontianak, hari Selasa (3/17) kemarin.
“Kegiatan diskusi pendidikan ini
adalah kegiatan rutin dari BEM FKIP Untan. Ketika ada isu-isu mengenai
pendidikan yang sedang berkembang, maka kita dari BEM akan mengadakan diskusi
terkait hal tersebut,” terang Raden Fajar, Ketua BEM FKIP Untan. Diskusi
pendidikan ini mendatangkan, Kabid Pendidikan Menengah Dinas Pendidikan Kota
Pontianak, Paryono.
Paryono menjawab berbagai pertanyaan audiens
terkait ujian nasional, yang notabene calon guru karena didominasi mahasiswa
keguruan. Pertanyaan-pertanyaan itu meliputi kedudukan UN, carut marut
pelaksanaan UN, ujian CBT, kesejahteraan guru, dan lain sebagainya..
“Ada system yang harus dibangun
oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Ketiga komponen itu harus
menempatkan diri dengan baik,” tandasnya.
Demikian pula halnya dengan ujian
online. Jika tahun-tahun sebelumnya ujian
nasional hanya diatas kertas (Paper Based Test), kini UN dapat
dilangsungkan secara online (Computer Based Test).
“Pelaksanaan ujian CBT di sekolah
itu sesuai pengajuan dari sekolah masing-masing yang merasa siap. Di Pontianak
yang melaksanakan ujian CBT baru satu sekolah, yakni sekolah St. Petrus.
Syaratnya komputer-komputer yang ada di sekolah baik, dan perbandingannya
minimal 1:3 dengan jumlah keseluruhan siswa yang mengikuti ujian, misalnya di
sekolah yang 300 anak, minimal memiliki 100 komputer.”
Ia menambahkan,bahwa ujian CBT ini
juga memiliki kekurangan yaitu ketidakefisienan waktu. Selain itu guru-guru
juga harus memahami komputer, sehingga apabila terjadi masalah selama ujian
berlangsung, pengawas di ruangan yang bersangkutan harus dapat membantu.
Paryono juga mengingatkan, Ujian
Nasional bukanlah segalanya, dan gagal di Ujian Nasional bukan akhir dari
segalanya. Siswa harus tetap belajar dan berusaha agar dapat sukses. Menanggapi
pertanyaan mengenai kesejahteraan guru-guru yang siswa-siswanya memiliki
pencapaian kurang baik dalam ujian nasional, ia menyatakan “Tidak ada pengaruh
dari nilai siswa dengan kesejahteraan guru.”
Saat ini, Ujian Nasional
disebut-sebut mendapat kucuran dana yang sangat besar. Hal inilah mengundang
protes dari banyak pemerhati pendidikan yang menolak UN. Sehingga apabila tidak
dikawal dengan baik pengelolaannya, dapat menyebabkan kerugian bagi negara. Surnadi, salah seorang peserta kajian berkomentar, padahal
dana untuk Ujian Nasional sangat besar, alangkah lebih baik jika dialihkan
untuk hal-hal yang lebih bermanfaat secara langsung untuk pendidikan di
Indonesia.
Kajian yang dilaksanakan di aula FKIP Untan ini
dihadiri sekitar 70 orang mahasiswa, mendapat dukungan dari pihak kampus, “Saya
sangat mendukung kegiatan BEM yang seperti ini. Karena diskusi – diskusi
mengenai tema kependidikan seperti ini sangat baik bagi mahasiswa khususnya
mahasiswa fkip yang merupakan calon guru,” ungkap Dr. Martono, Dekan FKIP
Untan.
0 comments:
Post a Comment