Thursday, 19 March 2015

Ujian Nasional jadi Dilema, Mahasiswa Bersuara

PONTIANAK – Ujian Nasional yang menjadi pengunjung tahunan bagi kalangan siswa di tahun-tahun akhir sekolah, seringkali menjadi momok yang menakutkan. Berbagai upaya dilakukan oleh para siswa untuk dapat lulus dalam ujian yang disebut-sebut sebagai penentu itu.  Idealnya Ujian Nasional seharusnya dapat menjadi instrumen valid yang mengukur  pemahaman siswa dengan harapan dapat tampil hasil yang memuaskan sebagai representasi pemerataan pendidikan. Akan tetapi, hal itu kerapkali menimbulkan rasa serba salah baik pihak sekolah, maupun siswa. Kurangnya pemahaman menyebabkan timbulnya banyak praktik kecurangan. Bahkan dalam hal teknis pun seringkali ujian nasional mengundang beragam persoalan. Namun untuk saat ini, jika ada protes mencuat, lagi-lagi timbul pertanyaan : adakah yang lebih baik dari Ujian Nasional untuk saat ini?
Dengan berbagai pro-kontra dan pemahaman yang bervariasi, guru menjadi saksi hasil akhir perjuangan anak didik mereka. Guru hendaknya terus menerus membuka diri dari informasi agar dapat terus berinovasi dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan  Hal inilah yang hendak disampaikan dalam sebuah kajian pencerdasan yang diadakan BEM FKIP Untan, mengenai Ujian Nasional yang menggandeng mahasiswa sekota Pontianak, hari Selasa (3/17) kemarin.
“Kegiatan diskusi pendidikan ini adalah kegiatan rutin dari BEM FKIP Untan. Ketika ada isu-isu mengenai pendidikan yang sedang berkembang, maka kita dari BEM akan mengadakan diskusi terkait hal tersebut,” terang Raden Fajar, Ketua BEM FKIP Untan. Diskusi pendidikan ini mendatangkan, Kabid Pendidikan Menengah Dinas Pendidikan Kota Pontianak, Paryono.
Paryono menjawab berbagai pertanyaan audiens terkait ujian nasional, yang notabene calon guru karena didominasi mahasiswa keguruan. Pertanyaan-pertanyaan itu meliputi kedudukan UN, carut marut pelaksanaan UN, ujian CBT, kesejahteraan guru, dan lain sebagainya..
“Ada system yang harus dibangun oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Ketiga komponen itu harus menempatkan diri dengan baik,” tandasnya.
Demikian pula halnya dengan ujian online. Jika tahun-tahun sebelumnya ujian  nasional hanya diatas kertas (Paper Based Test), kini UN dapat dilangsungkan secara online (Computer Based Test).
“Pelaksanaan ujian CBT di sekolah itu sesuai pengajuan dari sekolah masing-masing yang merasa siap. Di Pontianak yang melaksanakan ujian CBT baru satu sekolah, yakni sekolah St. Petrus. Syaratnya komputer-komputer yang ada di sekolah baik, dan perbandingannya minimal 1:3 dengan jumlah keseluruhan siswa yang mengikuti ujian, misalnya di sekolah yang 300 anak, minimal memiliki 100 komputer.”
Ia menambahkan,bahwa ujian CBT ini juga memiliki kekurangan yaitu ketidakefisienan waktu. Selain itu guru-guru juga harus memahami komputer, sehingga apabila terjadi masalah selama ujian berlangsung, pengawas di ruangan yang bersangkutan harus dapat membantu.
Paryono juga mengingatkan, Ujian Nasional bukanlah segalanya, dan gagal di Ujian Nasional bukan akhir dari segalanya. Siswa harus tetap belajar dan berusaha agar dapat sukses. Menanggapi pertanyaan mengenai kesejahteraan guru-guru yang siswa-siswanya memiliki pencapaian kurang baik dalam ujian nasional, ia menyatakan “Tidak ada pengaruh dari nilai siswa dengan kesejahteraan guru.”
Saat ini, Ujian Nasional disebut-sebut mendapat kucuran dana yang sangat besar. Hal inilah mengundang protes dari banyak pemerhati pendidikan yang menolak UN. Sehingga apabila tidak dikawal dengan baik pengelolaannya, dapat menyebabkan kerugian bagi negara. Surnadi, salah seorang peserta kajian berkomentar, padahal dana untuk Ujian Nasional sangat besar, alangkah lebih baik jika dialihkan untuk hal-hal yang lebih bermanfaat secara langsung untuk pendidikan di Indonesia.

Kajian yang dilaksanakan di aula FKIP Untan ini dihadiri sekitar 70 orang mahasiswa, mendapat dukungan dari pihak kampus, “Saya sangat mendukung kegiatan BEM yang seperti ini. Karena diskusi – diskusi mengenai tema kependidikan seperti ini sangat baik bagi mahasiswa khususnya mahasiswa fkip yang merupakan calon guru,” ungkap Dr. Martono, Dekan FKIP Untan. 


0 comments:

Post a Comment