Oleh Muhammad Iqbal
Noviansyah (Pendidikan Fisika 2011)
MEMBANGUN KARAKTER PESERTA DIDIK DAN PENDIDIK
Kondisi pendidikan di bumi Kalimantan Barat
mengundang simpati seluruh elemen masyarakat peduli pendidikan. Rendahnya kualitas dan
kuantitas pendidikan menjadi sorotan tajam dinas pendidikan. Drs. Alexius Akim,
MM. Kepala Dinas Pendidikan Kalimantan Barat dalam Raker Gubernur Kalbar tahun
2010 menyatakan bahwa permasalahan pokok pendidikan di Kalimantan Barat adalah
terbatasnya akses pendidikan; rendahnya mutu, relevansi, dan daya saing
keluaran (out-put) pendidikan; dan lemahnya tata kelola, pencitraan publik dan
akuntabilitas. Permasalahan pendidikan di Kalimantan Barat tidak hanya sebatas
itu saja, tetapi juga mencakup krisis mental dan moral peserta didik dari usia
taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Tentunya kondisi seperti ini
bukanlah kondisi yang ideal untuk dicita-citakan.
Secara statistik pendidikan di Kalimantan Barat
juga menuai banyak catatan buruk, “Apa buktinya?” Berdasarkan data IPM ( Indeks
Pembangunan Manusia ), kalimantan barat menempati posisi ke 28 dari 33 provinsi
di Indonesia dan merupakan yang terendah di regional Pulau Kalimantan. Dari
hasil tes uji kompetensi guru yang direalisasikan pada awal tahun 2012,
Kalimantan Barat menempati papan bawah klasemen persentase hasil tes. Dari 33
provinsi di Indonesia Kalimantan Barat berada pada peringkat 3 terendah dengan
persentase 35,4 %, berada di bawah Kalimantan tengah. Tes yang diikuti oleh
281.016 guru menjadi tolak ukur rendahnya kualitas pendidikan di Kalimantan
Barat. Sungguh ironi nasib pendidikan Kalimantan Barat sekarang ini.
Peserta didik sebagai generasi muda dan penerus
bangsa yang diharapkan mampu membangun bumi Kalimantan Barat kedepannya, justru
mengundang kekhawatiran masyarakat. Banyak aksi-aksi pelajar yang tidak wajar
pada usianya, bahkan tergolong tindakan kriminal seperti merokok, perkelahian,
balapan liar, bahkan mengkonsumsi narkoba. Berdasarkan data Puslitkes
Universitas Indonesia tahun 2006 hingga 2007, dari 3,2 juta pengguna narkoba di
Indonesia, 1,1 juta diantaranya adalah pelajar dan mahasiswa. Dari 1,1 juta
pengguna narkoba dari kalangan pelajar dan mahasiswa, 40 persen diantaranya
pelajar SLTP, 35 persen pelajar SLTA, dan 25 persen mahasiswa. Tentunya hal ini
mencerminkan masih rendahnya mental dan moral peserta didik di Kalimantan
Barat.
Mengenai rendahnya mental dan moral dari peserta
didik, yang menjadi pertanyaan adalah “mengapa hal ini bisa terjadi?” Kurangnya
pembekalan moral, dan terlambatnya pengetahuan nilai dan norma yang mereka
peroleh menjadi beberapa faktor penyebab. Kurangnya pembekalan moral, akibat
dari kurangnya perhatian tenaga pendidik dalam menanamkan dan membangun
karakter peserta didiknya. Yang menjadi tujuan utama dan tolak ukur dalam
pendidikan selama ini hanyalah sebatas nilai angka yang menjadi suatu
kebiasaan. Sistem
pendidikan di Indonesia secara umum masih dititikberatkan pada kecerdasan
kognitif.
Tujuan utama pendidikan sepertinya telah
terbiaskan menjauhi cita-cita bangsa negara ini. Perlu kita ingat kembali “apa
yang menjadi cita-cita pendidikan negara ini?” Tertulis jelas dalam pembukaan
UUD 1945 pada alenia keempat, satu diantara tujuan NKRI adalah mencerdaskan
kehidupan bangsa. Tujuan ini dipaparkan lebih lanjut dalam UU No 20 tahun 2003
pada pasal 1 ayat 1 yang menyatakan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dan
pada ayat 2, pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada
nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan
perubahan zaman.
Beracuan dengan isi UU No 20 Tahun 2003,
pendidikan nasional yang bersandarkan Pancasila dan UUD 1945 mempunyai harapan
mengembangkan potensi, membentuk watak serta membangun peradaban yang
bermartabat untuk menghasilkan peserta didik yang berahlak mulia, berilmu,
sehat, kreatif dan mandiri serta berjiwa demokratis.
Kemendiknas telah menyadari bahwa anak bangsa
dilanda krisis karakter, sehingga harus dilakukan pemupukan dan penyiraman
untuk menumbuhkan kembali jiwa karakter mereka, dengan harapan Indonesia akan
menuai panennya di masa yang akan datang. Bertepatan pada hari pendidikan
nasional tahun 2010, kemendiknas meluncurkan sebuah program pendidikan, yang
dikenal dengan “Pendidikan Karakter”. Melalui program ini diharapkan dapat
menghasilkan generasi pembangun dan pemimpin bangsa serta meningkatkan kualitas
pendidikan di tanah air yang berkarakter, bermolar dan berbudi pekerti tinggi.
Kemendiknas secara gencar menjalankan program
Pendidikan Karakter dalam mensukseskan program tersebut. Pada bulan Juni tahun
2011 paling tidak ada 650.000 guru serta kepala sekolah dijenjang pendidikan
tingkat SMP akan ditatar berkenaan dengan konsep pendidikan karakter. Harapan
kedepannya mereka akan faham dan mengerti bagimana cara menerapkan pendidikan
karakter kepada siswa yang di didiknya.
Pendidikan karakter didefinisikan sebagai
pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak
yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan
baik-buruk, memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan itu dalam
kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati (Rencana Aksi Nasional Pendidikan
Karakter, 2010).
Dalam melaksanakan pendidikan karakter perlu
adanya sarana serta distributornya. Peranan lingkungan keluarga, masyarakat dan
sekolah menjadi sarana dan distributor yang tepat dalam membangun moral anak.
Dari ketiga pilar pendidikan tersebut memiliki fungsi dan perananan masing-masing.
Mengingat bahwa pendidikan merupakan suatu
siklus, tenaga pendidik juga melalui fase sebagai peserta didik yang memperoleh
pendidikan di usianya dan sekian persen dari peserta didik akan melanjutkan
tugas mulia sebagai tenaga pendidik begitu seterusnya. Pada pilar pertama,
orangtua juga melalui proses pendidikan dan diterapkan kepada anaknya dan anak
juga akan menjadi orangtua pada masanya.
Sebagai refleksi dari pemikiran dan permasalahan
“krisis karakter peserta didik”, saya sebagai seorang mahasiswa akan melakukan
pendekatan dari segi perguruan tinggi dalam memainkan perananannya. Menerapkan
Pendidikan Karakter kepada mahasiswa khususnya mahasiswa FKIP maupun STKIP dan
lainnya yang sejenis yang dipersiapkan sebagai calon pendidik. Bagi mahasiswa
pendidikan karakter yang diberikan akan dijadikan sebagai bekal untuk
diterapkan dalam membangun karakter peserta didik sehingga mampu memperbaiki
citra kualitas pendidikan di Kalimantan Barat.
Banyak cara dan program yang dapat dilakukan
dalam memantapkan pembangunan karakter mahasiswa khususya mereka sebagai calon
pendidik. Satu diantaranya adalah dengan menjadikan Pendidikan Karakter sebagai
matakuliah wajib bagi seluruh jurusan, seperti empat mata kuliah lainnya yakni
Pengantar Pendidikan, Pengembangan Peserta Didik, Profesi Keguruan dan Belajar
dan Pembelajaran yang menjadi syarat untuk menyusun tugas akhir strata satu
(skripsi). Tentunya ini tidak mudah, karena harus adanya penyesuaian dengan
kurikulum yang telah ada dan ditetapkan. Jika terjadi penambahan mata kuliah
maka akan menambah jumlah sks yang telah di tetapkan sehingga perlunya
penyesuaian ulang terhadap kurikulum.
Kedua, melalui matakuliah Pendidikan
Kewarganegaraan dan matakuliah Pendidikan Agama. Meninjau kembali kurikulum dan
pola pembelajaran. Dengan memantapkan peranan matakuliah Pendidikan
Kewarganegaraan dan Pendidikan Agama melalui pembekalan nilai dan moral yang
berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 serta keimanan dan mental yang cerdas
sesuai ajaran agama, diharapkan mampu membangun kembali citra baik karakter
mahasiswa dalam berpikir dan tingkah laku.
Ketiga, menyisipkan nilai-nilai Pendidikan
Karakter dalam matakuliah Pengembangan Peserta Didik, Belajar dan Pembelajaran
dan lainnya yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan
pendidikan moral mahasiswa. Dalam matakuliah Pengembangan Peserta Didik
mahasiswa diharapkan dapat mengenali karakter peserta didik dan sebagai
pendidik bisa menyesuaikan metode pengajaran yang diterapkan. Sehingga dengan
adanya korelasi antara Pendidikan Karakter dan materi perkuliahan, mahasiswa
yang akan menjadi pendidik nantinya, selain mengenali karakteristik peserta
didik juga mampu mengubah moral peserta didik ke arah yang lebih baik.
Keempat, menggalakkan kegiatan dan acara
keagamaan di Universitas atau Perguruan Tinggi. Melalui materi-materi yang
disampaikan dalam agenda tersebut pemikiran dan karakter mahasiswa diluruskan
kembali sesuai ajaran yang dianutnya. Dan mereka dapat mengmbangkan nilai-nilai
moral agama yang dianutnya.
Dengan pemantapan karakter mahasiswa yang
disiapkan sebagai calon pendidik, maka harapan ke depannya adalah menghasilkan
pendidik profesional dengan “good character”. Pendidik profesional yang telah
dibekali Pendidikan Karakter dan jiwa berkarakter akan menciptakan proses
pendidikan yang baik pula di berbagai jenjang pendidikan dari PAUD hingga
Perguruan Tinggi. Dengan proses pendidikan yang baik maka diharapkan akan
menghasilkan keluaran (output) yang berkarakter, bermoral, cerdas dan demokrasi
sesuai dengan tujuan Pendidikan Nasional.
Dengan proses pembinaan dan pendidikan yang baik
maka akan mampu memberantas aksi-aksi kriminal dan penyimpangan sosial serta
menekan tingginya persentase pengguna narkoba di provinsi Kalimantan Barat.
Seperti yang telah dipaparkan di awal pemikiran,
sebagian dari peserta didik akan menjadi calon pendidik dan pendidik. Dengan
telah terbentuknya karakter yang baik ditambah program Pendidikan Karakter yang
diusulkan pada artikel ini tentunya jiwa karakter melalui Pendidikan Karakter akan
terus berkelanjutan dari periode ke periode. Sehingga mampu meningkatkan
kualitas pendidikan di Kalimantan Barat.
Pembangunan jiwa berkarakter tidak hanya sebatas
meningkatnya kulaitas pendidikan tetapi juga berdampak luas pada aspek
kehidupan lainnya. Meningkatnya kualitas tenaga kerja di segala sektor,
terciptanya lingkungan yang lebih kondusif. Dari segi politik, lahirnya
calon-calon pemimpin sebagai calon pemegang aspirasi rakyat yang berjiwa
karakter.