Sunday, 11 May 2014

MEMBANGUN KARAKTER PESERTA DIDIK DAN PENDIDIK

Pendidikan Karakter
Oleh Muhammad Iqbal Noviansyah (Pendidikan Fisika 2011)


MEMBANGUN KARAKTER PESERTA DIDIK DAN PENDIDIK

Kondisi pendidikan di bumi Kalimantan Barat mengundang simpati seluruh elemen masyarakat peduli pendidikan.
Rendahnya kualitas dan kuantitas pendidikan menjadi sorotan tajam dinas pendidikan. Drs. Alexius Akim, MM. Kepala Dinas Pendidikan Kalimantan Barat dalam Raker Gubernur Kalbar tahun 2010 menyatakan bahwa permasalahan pokok pendidikan di Kalimantan Barat adalah terbatasnya akses pendidikan; rendahnya mutu, relevansi, dan daya saing keluaran (out-put) pendidikan; dan lemahnya tata kelola, pencitraan publik dan akuntabilitas. Permasalahan pendidikan di Kalimantan Barat tidak hanya sebatas itu saja, tetapi juga mencakup krisis mental dan moral peserta didik dari usia taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Tentunya kondisi seperti ini bukanlah kondisi yang ideal untuk dicita-citakan.
Secara statistik pendidikan di Kalimantan Barat juga menuai banyak catatan buruk, “Apa buktinya?” Berdasarkan data IPM ( Indeks Pembangunan Manusia ), kalimantan barat menempati posisi ke 28 dari 33 provinsi di Indonesia dan merupakan yang terendah di regional Pulau Kalimantan. Dari hasil tes uji kompetensi guru yang direalisasikan pada awal tahun 2012, Kalimantan Barat menempati papan bawah klasemen persentase hasil tes. Dari 33 provinsi di Indonesia Kalimantan Barat berada pada peringkat 3 terendah dengan persentase 35,4 %, berada di bawah Kalimantan tengah. Tes yang diikuti oleh 281.016 guru menjadi tolak ukur rendahnya kualitas pendidikan di Kalimantan Barat. Sungguh ironi nasib pendidikan Kalimantan Barat sekarang ini.
Peserta didik sebagai generasi muda dan penerus bangsa yang diharapkan mampu membangun bumi Kalimantan Barat kedepannya, justru mengundang kekhawatiran masyarakat. Banyak aksi-aksi pelajar yang tidak wajar pada usianya, bahkan tergolong tindakan kriminal seperti merokok, perkelahian, balapan liar, bahkan mengkonsumsi narkoba. Berdasarkan data Puslitkes Universitas Indonesia tahun 2006 hingga 2007, dari 3,2 juta pengguna narkoba di Indonesia, 1,1 juta diantaranya adalah pelajar dan mahasiswa. Dari 1,1 juta pengguna narkoba dari kalangan pelajar dan mahasiswa, 40 persen diantaranya pelajar SLTP, 35 persen pelajar SLTA, dan 25 persen mahasiswa. Tentunya hal ini mencerminkan masih rendahnya mental dan moral peserta didik di Kalimantan Barat.
Mengenai rendahnya mental dan moral dari peserta didik, yang menjadi pertanyaan adalah “mengapa hal ini bisa terjadi?” Kurangnya pembekalan moral, dan terlambatnya pengetahuan nilai dan norma yang mereka peroleh menjadi beberapa faktor penyebab. Kurangnya pembekalan moral, akibat dari kurangnya perhatian tenaga pendidik dalam menanamkan dan membangun karakter peserta didiknya. Yang menjadi tujuan utama dan tolak ukur dalam pendidikan selama ini hanyalah sebatas nilai angka yang menjadi suatu kebiasaan.
Sistem pendidikan di Indonesia secara umum masih dititikberatkan pada kecerdasan kognitif.
Tujuan utama pendidikan sepertinya telah terbiaskan menjauhi cita-cita bangsa negara ini. Perlu kita ingat kembali “apa yang menjadi cita-cita pendidikan negara ini?” Tertulis jelas dalam pembukaan UUD 1945 pada alenia keempat, satu diantara tujuan NKRI adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan ini dipaparkan lebih lanjut dalam UU No 20 tahun 2003 pada pasal 1 ayat 1 yang menyatakan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dan pada ayat 2, pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Beracuan dengan isi UU No 20 Tahun 2003, pendidikan nasional yang bersandarkan Pancasila dan UUD 1945 mempunyai harapan mengembangkan potensi, membentuk watak serta membangun peradaban yang bermartabat untuk menghasilkan peserta didik yang berahlak mulia, berilmu, sehat, kreatif dan mandiri serta berjiwa demokratis.
Kemendiknas telah menyadari bahwa anak bangsa dilanda krisis karakter, sehingga harus dilakukan pemupukan dan penyiraman untuk menumbuhkan kembali jiwa karakter mereka, dengan harapan Indonesia akan menuai panennya di masa yang akan datang. Bertepatan pada hari pendidikan nasional tahun 2010, kemendiknas meluncurkan sebuah program pendidikan, yang dikenal dengan “Pendidikan Karakter”. Melalui program ini diharapkan dapat menghasilkan generasi pembangun dan pemimpin bangsa serta meningkatkan kualitas pendidikan di tanah air yang berkarakter, bermolar dan berbudi pekerti tinggi.
Kemendiknas secara gencar menjalankan program Pendidikan Karakter dalam mensukseskan program tersebut. Pada bulan Juni tahun 2011 paling tidak ada 650.000 guru serta kepala sekolah dijenjang pendidikan tingkat SMP akan ditatar berkenaan dengan konsep pendidikan karakter. Harapan kedepannya mereka akan faham dan mengerti bagimana cara menerapkan pendidikan karakter kepada siswa yang di didiknya.
Pendidikan karakter didefinisikan sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati (Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karakter, 2010).
Dalam melaksanakan pendidikan karakter perlu adanya sarana serta distributornya. Peranan lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah menjadi sarana dan distributor yang tepat dalam membangun moral anak. Dari ketiga pilar pendidikan tersebut memiliki fungsi dan perananan masing-masing.
Mengingat bahwa pendidikan merupakan suatu siklus, tenaga pendidik juga melalui fase sebagai peserta didik yang memperoleh pendidikan di usianya dan sekian persen dari peserta didik akan melanjutkan tugas mulia sebagai tenaga pendidik begitu seterusnya. Pada pilar pertama, orangtua juga melalui proses pendidikan dan diterapkan kepada anaknya dan anak juga akan menjadi orangtua pada masanya.
Sebagai refleksi dari pemikiran dan permasalahan “krisis karakter peserta didik”, saya sebagai seorang mahasiswa akan melakukan pendekatan dari segi perguruan tinggi dalam memainkan perananannya. Menerapkan Pendidikan Karakter kepada mahasiswa khususnya mahasiswa FKIP maupun STKIP dan lainnya yang sejenis yang dipersiapkan sebagai calon pendidik. Bagi mahasiswa pendidikan karakter yang diberikan akan dijadikan sebagai bekal untuk diterapkan dalam membangun karakter peserta didik sehingga mampu memperbaiki citra kualitas pendidikan di Kalimantan Barat.
Banyak cara dan program yang dapat dilakukan dalam memantapkan pembangunan karakter mahasiswa khususya mereka sebagai calon pendidik. Satu diantaranya adalah dengan menjadikan Pendidikan Karakter sebagai matakuliah wajib bagi seluruh jurusan, seperti empat mata kuliah lainnya yakni Pengantar Pendidikan, Pengembangan Peserta Didik, Profesi Keguruan dan Belajar dan Pembelajaran yang menjadi syarat untuk menyusun tugas akhir strata satu (skripsi). Tentunya ini tidak mudah, karena harus adanya penyesuaian dengan kurikulum yang telah ada dan ditetapkan. Jika terjadi penambahan mata kuliah maka akan menambah jumlah sks yang telah di tetapkan sehingga perlunya penyesuaian ulang terhadap kurikulum.
Kedua, melalui matakuliah Pendidikan Kewarganegaraan dan matakuliah Pendidikan Agama. Meninjau kembali kurikulum dan pola pembelajaran. Dengan memantapkan peranan matakuliah Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Agama melalui pembekalan nilai dan moral yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 serta keimanan dan mental yang cerdas sesuai ajaran agama, diharapkan mampu membangun kembali citra baik karakter mahasiswa dalam berpikir dan tingkah laku.
Ketiga, menyisipkan nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam matakuliah Pengembangan Peserta Didik, Belajar dan Pembelajaran dan lainnya yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan pendidikan moral mahasiswa. Dalam matakuliah Pengembangan Peserta Didik mahasiswa diharapkan dapat mengenali karakter peserta didik dan sebagai pendidik bisa menyesuaikan metode pengajaran yang diterapkan. Sehingga dengan adanya korelasi antara Pendidikan Karakter dan materi perkuliahan, mahasiswa yang akan menjadi pendidik nantinya, selain mengenali karakteristik peserta didik juga mampu mengubah moral peserta didik ke arah yang lebih baik.
Keempat, menggalakkan kegiatan dan acara keagamaan di Universitas atau Perguruan Tinggi. Melalui materi-materi yang disampaikan dalam agenda tersebut pemikiran dan karakter mahasiswa diluruskan kembali sesuai ajaran yang dianutnya. Dan mereka dapat mengmbangkan nilai-nilai moral agama yang dianutnya.
Dengan pemantapan karakter mahasiswa yang disiapkan sebagai calon pendidik, maka harapan ke depannya adalah menghasilkan pendidik profesional dengan “good character”. Pendidik profesional yang telah dibekali Pendidikan Karakter dan jiwa berkarakter akan menciptakan proses pendidikan yang baik pula di berbagai jenjang pendidikan dari PAUD hingga Perguruan Tinggi. Dengan proses pendidikan yang baik maka diharapkan akan menghasilkan keluaran (output) yang berkarakter, bermoral, cerdas dan demokrasi sesuai dengan tujuan Pendidikan Nasional.
Dengan proses pembinaan dan pendidikan yang baik maka akan mampu memberantas aksi-aksi kriminal dan penyimpangan sosial serta menekan tingginya persentase pengguna narkoba di provinsi Kalimantan Barat.
Seperti yang telah dipaparkan di awal pemikiran, sebagian dari peserta didik akan menjadi calon pendidik dan pendidik. Dengan telah terbentuknya karakter yang baik ditambah program Pendidikan Karakter yang diusulkan pada artikel ini tentunya jiwa karakter melalui Pendidikan Karakter akan terus berkelanjutan dari periode ke periode. Sehingga mampu meningkatkan kualitas pendidikan di Kalimantan Barat.
Pembangunan jiwa berkarakter tidak hanya sebatas meningkatnya kulaitas pendidikan tetapi juga berdampak luas pada aspek kehidupan lainnya. Meningkatnya kualitas tenaga kerja di segala sektor, terciptanya lingkungan yang lebih kondusif. Dari segi politik, lahirnya calon-calon pemimpin sebagai calon pemegang aspirasi rakyat yang berjiwa karakter.


0 comments:

Post a Comment