Thursday, 13 November 2014
Monday, 3 November 2014
Kunjungan Kenegaraan BEM Fakultas Ekonomi ke BEM Fakultas KIP
Hari selasa tanggal 22 oktober 2014, keluarga BEM Fkip Untan tercinta kedatangan tamu istimewa dari BEM Fekon Untan. Kegiatan ini diselenggarakann bertempat di aula mahasiswa (samping mushola FKIP Untan). Peserta yang hadir didominasi oleh BEM FKIP Untan sebagai tuan rumah yang menyambut hangat kedatangan para petinggi dari BEM FEKON UNTAN yang sekitar 7 orang meliputi Ketua BEM, Wakil Ketua, Menteri Kastrat dan beberapa staf bidang BEM Fekon Untan.
Kegiatan pun dipandu oleh M. Agus Hardiansyah (staff kominfo BEM FKIP) sebagai pembawa acara pada saat itu, adapun kegiatannya meliputi sambutan dari Ketua BEM FKIP, Sambutan Ketua BEM FEKON, perkenalan anggota BEM, dilanjutkan dengan diskusi pemaparan program kerja unggulan masing-masing BEM.
Berbagai macam program kerja yang sangat menarik dari masing-masing BEM hangat diperbincangkan seperti Pekan Raya Pendidikan FKIP, Borneo student summit, dan olimpiade olahraga dan seni (OOSM), kemudian dilanjutkan dengan program kerja dari BEM Fekon Untan, adapun yang mencuri perhatian adalah Program yang memperkenalkan potensi-potensi perekonomian KALBAR ke beberapa negara tetangga, yakni Malaysia dan Thailand.
Bincang-bincang hangat pun berlangsung hingga kurang lebih 2 jam, besar harapan dari kedua belah pihak untuk dapat bekerja sama dalam menyelenggarakan program kerja seperti kunjungan keluar negeri serta belajar untuk beradvokasi ke pihak-pihak esktern. Tentunya terdapat perbedaan dalam focus dari BEM Fkip yang focus ke bidang pendidikan serta BEM Fekon di bidang Ekonomi, namun perbedaan itu diharapkan tidak menjadi jurang pemisah antara kedua belah pihak BEM untuk menjalin silaturahmi serta kerjasama dalam mensukseskann program-program yang telah dirancang. Semoga BEM FKIP Untan dapat menjalin silaturami dan kerjasama ke BEM-BEM dari beberapa Fakultas lainnya di ruang lingkup UNTAN maupun pihak ekstern.
writed : M. Agus Hardiansyah
Kegiatan pun dipandu oleh M. Agus Hardiansyah (staff kominfo BEM FKIP) sebagai pembawa acara pada saat itu, adapun kegiatannya meliputi sambutan dari Ketua BEM FKIP, Sambutan Ketua BEM FEKON, perkenalan anggota BEM, dilanjutkan dengan diskusi pemaparan program kerja unggulan masing-masing BEM.
Berbagai macam program kerja yang sangat menarik dari masing-masing BEM hangat diperbincangkan seperti Pekan Raya Pendidikan FKIP, Borneo student summit, dan olimpiade olahraga dan seni (OOSM), kemudian dilanjutkan dengan program kerja dari BEM Fekon Untan, adapun yang mencuri perhatian adalah Program yang memperkenalkan potensi-potensi perekonomian KALBAR ke beberapa negara tetangga, yakni Malaysia dan Thailand.
Bincang-bincang hangat pun berlangsung hingga kurang lebih 2 jam, besar harapan dari kedua belah pihak untuk dapat bekerja sama dalam menyelenggarakan program kerja seperti kunjungan keluar negeri serta belajar untuk beradvokasi ke pihak-pihak esktern. Tentunya terdapat perbedaan dalam focus dari BEM Fkip yang focus ke bidang pendidikan serta BEM Fekon di bidang Ekonomi, namun perbedaan itu diharapkan tidak menjadi jurang pemisah antara kedua belah pihak BEM untuk menjalin silaturahmi serta kerjasama dalam mensukseskann program-program yang telah dirancang. Semoga BEM FKIP Untan dapat menjalin silaturami dan kerjasama ke BEM-BEM dari beberapa Fakultas lainnya di ruang lingkup UNTAN maupun pihak ekstern.
writed : M. Agus Hardiansyah
Thursday, 22 May 2014
PELANTIKAN SCHOOL OF LEADERSHIP (SOL) 2014
Berawal dari perjalanan di HIMA dan UKM
masing-masing di lingkungan FKIP Untan, para anggota terpilih mendapatkan
rekomendasi untuk kegiatan School of Leadership yang diselenggarakan oleh BEM
FKIP Untan periode 2013/2014. Sekolah yang dikepalai oleh Bapak Rizal Zulmi
pada periode ini diharapkan bisa membentuk para pemimpin FKIP yang bisa
mengantarkan FKIP ke era yang lebih bersinar.
Perjalanan yang cukup panjang telah
dilalui oleh para siswa School of Leadership
yaitu sekitar 2 bulan lamanya untuk menempuh masa pendidikan. Melalui berbagai
muatan yang diberikan kepada siswa, mulai dari materi, simulasi, maupun
pengembangan diri siswa diharapkan mampu membangun integritas pada diri
masing-masing sebagi pondasi awal untuk menjadi seorang pemimpin. Adapun materi
yang telah diterima siswa adalah materi kepemimpinan, demokrasi kampus,
pergerakan mahasiswa, rekayasa sosial, advokasi kampus, dan manajemen konflik. Selain
itu, simulasi yang diberikan kepada siswa juga telah dipilih relevansinya
dengan materi yang disampaikan untuk membangun pola pikir yang lebih kritis.
Sebagai akhir dari rangkaian pendidikan di
School of Leadership, selama 2 hari satu malam siswa beserta panitia melakukan
kegiatan di luar lingkugan kampus. Kegiatan ini akan diisi juga dengan berbagai
muatan pengembangan diri, mulai dari outbond, jurit malam, dan kegiatan
pendukung lainnya yang bisa mendukung terwujudnya tujuan pelaksananaan School
of Leadership. Kegiatan ini diharapkan bisa membentuk militansi para siswa
School of Leadership ketika mereka telah dinyatakan lulus dari sekolah ini.
Kegiatan yang diikuti oleh kurang lebih 70 siswa
diawal ajaran baru, tidak bisa meluluskan seluruh siswa, akibat terdapat siswa
yang mengundurkan diri ataupun terdapat siswa yang memang tidak bisa memenuhi syarat
kelulusan. Kelulusan ini melahirkan siswa terbaik yang di sandang oleh Avant
Patria Rasu sebagi utusan dari HMPF FKIP Untan.
Semoga para siswa School of Leadership tahun
lulusan 2014 bisa mewujudkan mimpi-mimpi FKIP ke depannya. Amiin.(Nashrullah)
School of Leadership 2014! Do the best, we are
leader!
Tuesday, 13 May 2014
GEMA KAMPUS OREN - PERAK [PESTA RAKYAT]
GEMA KAMPUS OREN selintas terdengar asing bagi masyarakat kampus oren, FKIP UNTAN. Kegiatan ini merupakan terobosan baru BEM FKIP UNTAN dalam rangka mewujudkan visi dan misi BEM FKIP SATU. PERAK (Pesta Rakyat) merupakan acara yang sengaja dipilih oleh induk penyelenggara program kerja dari kementrian dalam negeri (Kemendagri) BEM FKIP UNTAN. "Satu dalam Keberagaman" merupakan tema yang diangkat dalam rangka memperingati hari Kebangkitan Nasional.
"Dengan kegiatan Pesta Rakyat dalam GEMA KAMPUS OREN ini diharapkan masyarakat FKIP menyatu dalam keberagaman," ujar Agus sebagai pengurus di Kemendagri.
Berikut daftar lomba kegiatan ‘’Gema Kampus Oren’’
1. Tarik tambang
2. Balap kompilasi yaitu :
"Dengan kegiatan Pesta Rakyat dalam GEMA KAMPUS OREN ini diharapkan masyarakat FKIP menyatu dalam keberagaman," ujar Agus sebagai pengurus di Kemendagri.
Berikut daftar lomba kegiatan ‘’Gema Kampus Oren’’
1. Tarik tambang
2. Balap kompilasi yaitu :
- balap karung + makan kerupuk
- balap kelereng sendok
- balap masukan paku dalam botol
- tarik tambang 2 team masing2 hima ( 1 team putra dan 1 team putri).
- 1 team terdiri dari 7 orang
- balap kompilasi 2 team masing2 hima (1 team putra dan 1 team putri).
- 1 team terdiri dari 3 orang
Acaranya di mulai tanggal 17 mei 2014 di lapangan voli FKIP untan.Malam persembahan dari masing2 hima sekaligus pembagian hadiah bertempat di aula FKIP untan pada malam minggu.
Contact person:
- @tarik tambang , agus arianto (08997459844),
- @balap kompilasi, nisa istiqomah H. (089670834708)
Sunday, 11 May 2014
Atasi Pedofilia di Dunia Pendidikan, Bagaimana?
Waspada Pedofilia di Dunia Pendidikan |
Dilansir oleh TEMPO.CO : Pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta, Arief Rachman, mengatakan banyaknya kekerasan seksual terhadap anak di lingkungan sekolah merupakan dampak dari kurikulum pendidikan Indonesia. Menurutnya, materi pendidikan yang diajarkan di sekolah lebih ditekankan pada pendidikan otak, bukan watak siswa.
Jadi kekerasan seksual itu terjadi karena minimnya pendidikan watak,” ujar dia saat dihubungi, Sabtu, 10 Mei 2014. (Baca: Kasus Pencabulan, Ini Imbauan KPAI buat Orang Tua)
Arief mengatakan, kurikulum yang diterapkan di Indonesia selama ini selalu mengedepankan aspek meraih nilai tinggi. Dengan kurikulum itu, tiap siswa disebutnya dituntut untuk selalu memiliki nilai yang baik. Selain itu, mereka juga kerap dipacu untuk selalu hidup dalam lingkungan kompetisi agar selalu menjadi peraih nilai yang terbaik ketimbang temannya.
Namun, tuntutan itu tidak diimbangi dengan pendidikan watak dan perilaku mengenai cara untuk mendapatkannya. Tuntutan agar berprestasi tinggi membuat tekanan yang muncul di dalam diri siswa menjadi tinggi. Hal itu juga disebut Arief membuat siswa lebih rentan terhadap aksi kekerasan atau pelecehan seksual di sekolah.
»Akibatnya, terutama yang masih anak-anak, jadi mudah menerima iming-iming tertentu,” katanya.
Sebelumnya, Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) mencatat sebanyak 342 kasus kekerasan pada anak terjadi di Jakarta dari Januari-April 2014. Sebanyak 52 persen atau sekitar 175 kasus merupakan kejahatan seksual. Sedangkan sepanjang 2013 tercatat ada 666 kasus kekerasan anak terjadi di Jakarta, dengan 68 persennya merupakan kekerasan seksual. (Baca: Begini Aksi Pencabulan Puluhan Pelajar Surabaya)
[DIMAS SIREGAR]
----------
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pakar Kebijakan Publik UGM Agus Heruanto Hadna menilai cara efektif mencegah kekerasan dan pelecehan terhadap anakan adalah memberikan pendidikan seks bagi anak. Anak-anak perlu diajarkan bagaimana cara menghargai tubuhnya sendiri maupun respek terhadap orang lain.
Namun hal ini tampaknya masih sulit dilakukan. Apalagi, kata dia, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh, menilai pendidikan seks masihlah tabu di Indonesia dan lebih baik memprioritaskan pendidikan budi pekerti dan pendidikan agama di dalam kurikulum pengajaran.
"Padahal pendidikan seks bagi anak dan pendidikan budi pekerti kan, dua hal yang berbeda. Memang ada kelompok-kelompok tertentu yang belum bisa memahami, bahkan cenderung resisten terhadap ini. Pendidikan seks diartikan dalam makna porno, tabu, konotasinya selalu negatif," paparnya.
Namun pemerintah idealnya tidak bisa begitu saja memutuskan bahwa pendidikan seks bagi anak tidak dibutuhkan. Persoalannya adalah bagaimana metode pendidikan seks yang tepat, yang sesuai dengan setiap perkembangan umur anak, serta dinilai tidak melanggar norma-norma masyarakat maupun agama.
Karena itu tugas pemerintah dalam hal ini kan, harus mencari model atau metode yang cocok. Ada banyak lembaga, yayasan yang fokus terhadap anak dan perempuan, lalu tokoh agama serta tokoh masyarakat yang bisa diajak untuk duduk bersama mendiskusikan hal itu, saran Hadna.
MEMBANGUN KARAKTER PESERTA DIDIK DAN PENDIDIK
Pendidikan Karakter |
Oleh Muhammad Iqbal
Noviansyah (Pendidikan Fisika 2011)
MEMBANGUN KARAKTER PESERTA DIDIK DAN PENDIDIK
Kondisi pendidikan di bumi Kalimantan Barat mengundang simpati seluruh elemen masyarakat peduli pendidikan. Rendahnya kualitas dan kuantitas pendidikan menjadi sorotan tajam dinas pendidikan. Drs. Alexius Akim, MM. Kepala Dinas Pendidikan Kalimantan Barat dalam Raker Gubernur Kalbar tahun 2010 menyatakan bahwa permasalahan pokok pendidikan di Kalimantan Barat adalah terbatasnya akses pendidikan; rendahnya mutu, relevansi, dan daya saing keluaran (out-put) pendidikan; dan lemahnya tata kelola, pencitraan publik dan akuntabilitas. Permasalahan pendidikan di Kalimantan Barat tidak hanya sebatas itu saja, tetapi juga mencakup krisis mental dan moral peserta didik dari usia taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Tentunya kondisi seperti ini bukanlah kondisi yang ideal untuk dicita-citakan.
Secara statistik pendidikan di Kalimantan Barat juga menuai banyak catatan buruk, “Apa buktinya?” Berdasarkan data IPM ( Indeks Pembangunan Manusia ), kalimantan barat menempati posisi ke 28 dari 33 provinsi di Indonesia dan merupakan yang terendah di regional Pulau Kalimantan. Dari hasil tes uji kompetensi guru yang direalisasikan pada awal tahun 2012, Kalimantan Barat menempati papan bawah klasemen persentase hasil tes. Dari 33 provinsi di Indonesia Kalimantan Barat berada pada peringkat 3 terendah dengan persentase 35,4 %, berada di bawah Kalimantan tengah. Tes yang diikuti oleh 281.016 guru menjadi tolak ukur rendahnya kualitas pendidikan di Kalimantan Barat. Sungguh ironi nasib pendidikan Kalimantan Barat sekarang ini.
Peserta didik sebagai generasi muda dan penerus bangsa yang diharapkan mampu membangun bumi Kalimantan Barat kedepannya, justru mengundang kekhawatiran masyarakat. Banyak aksi-aksi pelajar yang tidak wajar pada usianya, bahkan tergolong tindakan kriminal seperti merokok, perkelahian, balapan liar, bahkan mengkonsumsi narkoba. Berdasarkan data Puslitkes Universitas Indonesia tahun 2006 hingga 2007, dari 3,2 juta pengguna narkoba di Indonesia, 1,1 juta diantaranya adalah pelajar dan mahasiswa. Dari 1,1 juta pengguna narkoba dari kalangan pelajar dan mahasiswa, 40 persen diantaranya pelajar SLTP, 35 persen pelajar SLTA, dan 25 persen mahasiswa. Tentunya hal ini mencerminkan masih rendahnya mental dan moral peserta didik di Kalimantan Barat.
Mengenai rendahnya mental dan moral dari peserta didik, yang menjadi pertanyaan adalah “mengapa hal ini bisa terjadi?” Kurangnya pembekalan moral, dan terlambatnya pengetahuan nilai dan norma yang mereka peroleh menjadi beberapa faktor penyebab. Kurangnya pembekalan moral, akibat dari kurangnya perhatian tenaga pendidik dalam menanamkan dan membangun karakter peserta didiknya. Yang menjadi tujuan utama dan tolak ukur dalam pendidikan selama ini hanyalah sebatas nilai angka yang menjadi suatu kebiasaan. Sistem pendidikan di Indonesia secara umum masih dititikberatkan pada kecerdasan kognitif.
Tujuan utama pendidikan sepertinya telah terbiaskan menjauhi cita-cita bangsa negara ini. Perlu kita ingat kembali “apa yang menjadi cita-cita pendidikan negara ini?” Tertulis jelas dalam pembukaan UUD 1945 pada alenia keempat, satu diantara tujuan NKRI adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan ini dipaparkan lebih lanjut dalam UU No 20 tahun 2003 pada pasal 1 ayat 1 yang menyatakan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dan pada ayat 2, pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Beracuan dengan isi UU No 20 Tahun 2003, pendidikan nasional yang bersandarkan Pancasila dan UUD 1945 mempunyai harapan mengembangkan potensi, membentuk watak serta membangun peradaban yang bermartabat untuk menghasilkan peserta didik yang berahlak mulia, berilmu, sehat, kreatif dan mandiri serta berjiwa demokratis.
Kemendiknas telah menyadari bahwa anak bangsa dilanda krisis karakter, sehingga harus dilakukan pemupukan dan penyiraman untuk menumbuhkan kembali jiwa karakter mereka, dengan harapan Indonesia akan menuai panennya di masa yang akan datang. Bertepatan pada hari pendidikan nasional tahun 2010, kemendiknas meluncurkan sebuah program pendidikan, yang dikenal dengan “Pendidikan Karakter”. Melalui program ini diharapkan dapat menghasilkan generasi pembangun dan pemimpin bangsa serta meningkatkan kualitas pendidikan di tanah air yang berkarakter, bermolar dan berbudi pekerti tinggi.
Kemendiknas secara gencar menjalankan program Pendidikan Karakter dalam mensukseskan program tersebut. Pada bulan Juni tahun 2011 paling tidak ada 650.000 guru serta kepala sekolah dijenjang pendidikan tingkat SMP akan ditatar berkenaan dengan konsep pendidikan karakter. Harapan kedepannya mereka akan faham dan mengerti bagimana cara menerapkan pendidikan karakter kepada siswa yang di didiknya.
Pendidikan karakter didefinisikan sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati (Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karakter, 2010).
Dalam melaksanakan pendidikan karakter perlu adanya sarana serta distributornya. Peranan lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah menjadi sarana dan distributor yang tepat dalam membangun moral anak. Dari ketiga pilar pendidikan tersebut memiliki fungsi dan perananan masing-masing.
Mengingat bahwa pendidikan merupakan suatu siklus, tenaga pendidik juga melalui fase sebagai peserta didik yang memperoleh pendidikan di usianya dan sekian persen dari peserta didik akan melanjutkan tugas mulia sebagai tenaga pendidik begitu seterusnya. Pada pilar pertama, orangtua juga melalui proses pendidikan dan diterapkan kepada anaknya dan anak juga akan menjadi orangtua pada masanya.
Sebagai refleksi dari pemikiran dan permasalahan “krisis karakter peserta didik”, saya sebagai seorang mahasiswa akan melakukan pendekatan dari segi perguruan tinggi dalam memainkan perananannya. Menerapkan Pendidikan Karakter kepada mahasiswa khususnya mahasiswa FKIP maupun STKIP dan lainnya yang sejenis yang dipersiapkan sebagai calon pendidik. Bagi mahasiswa pendidikan karakter yang diberikan akan dijadikan sebagai bekal untuk diterapkan dalam membangun karakter peserta didik sehingga mampu memperbaiki citra kualitas pendidikan di Kalimantan Barat.
Banyak cara dan program yang dapat dilakukan dalam memantapkan pembangunan karakter mahasiswa khususya mereka sebagai calon pendidik. Satu diantaranya adalah dengan menjadikan Pendidikan Karakter sebagai matakuliah wajib bagi seluruh jurusan, seperti empat mata kuliah lainnya yakni Pengantar Pendidikan, Pengembangan Peserta Didik, Profesi Keguruan dan Belajar dan Pembelajaran yang menjadi syarat untuk menyusun tugas akhir strata satu (skripsi). Tentunya ini tidak mudah, karena harus adanya penyesuaian dengan kurikulum yang telah ada dan ditetapkan. Jika terjadi penambahan mata kuliah maka akan menambah jumlah sks yang telah di tetapkan sehingga perlunya penyesuaian ulang terhadap kurikulum.
Kedua, melalui matakuliah Pendidikan Kewarganegaraan dan matakuliah Pendidikan Agama. Meninjau kembali kurikulum dan pola pembelajaran. Dengan memantapkan peranan matakuliah Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Agama melalui pembekalan nilai dan moral yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 serta keimanan dan mental yang cerdas sesuai ajaran agama, diharapkan mampu membangun kembali citra baik karakter mahasiswa dalam berpikir dan tingkah laku.
Ketiga, menyisipkan nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam matakuliah Pengembangan Peserta Didik, Belajar dan Pembelajaran dan lainnya yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan pendidikan moral mahasiswa. Dalam matakuliah Pengembangan Peserta Didik mahasiswa diharapkan dapat mengenali karakter peserta didik dan sebagai pendidik bisa menyesuaikan metode pengajaran yang diterapkan. Sehingga dengan adanya korelasi antara Pendidikan Karakter dan materi perkuliahan, mahasiswa yang akan menjadi pendidik nantinya, selain mengenali karakteristik peserta didik juga mampu mengubah moral peserta didik ke arah yang lebih baik.
Keempat, menggalakkan kegiatan dan acara keagamaan di Universitas atau Perguruan Tinggi. Melalui materi-materi yang disampaikan dalam agenda tersebut pemikiran dan karakter mahasiswa diluruskan kembali sesuai ajaran yang dianutnya. Dan mereka dapat mengmbangkan nilai-nilai moral agama yang dianutnya.
Dengan pemantapan karakter mahasiswa yang disiapkan sebagai calon pendidik, maka harapan ke depannya adalah menghasilkan pendidik profesional dengan “good character”. Pendidik profesional yang telah dibekali Pendidikan Karakter dan jiwa berkarakter akan menciptakan proses pendidikan yang baik pula di berbagai jenjang pendidikan dari PAUD hingga Perguruan Tinggi. Dengan proses pendidikan yang baik maka diharapkan akan menghasilkan keluaran (output) yang berkarakter, bermoral, cerdas dan demokrasi sesuai dengan tujuan Pendidikan Nasional.
Dengan proses pembinaan dan pendidikan yang baik maka akan mampu memberantas aksi-aksi kriminal dan penyimpangan sosial serta menekan tingginya persentase pengguna narkoba di provinsi Kalimantan Barat.
Seperti yang telah dipaparkan di awal pemikiran, sebagian dari peserta didik akan menjadi calon pendidik dan pendidik. Dengan telah terbentuknya karakter yang baik ditambah program Pendidikan Karakter yang diusulkan pada artikel ini tentunya jiwa karakter melalui Pendidikan Karakter akan terus berkelanjutan dari periode ke periode. Sehingga mampu meningkatkan kualitas pendidikan di Kalimantan Barat.
Pembangunan jiwa berkarakter tidak hanya sebatas meningkatnya kulaitas pendidikan tetapi juga berdampak luas pada aspek kehidupan lainnya. Meningkatnya kualitas tenaga kerja di segala sektor, terciptanya lingkungan yang lebih kondusif. Dari segi politik, lahirnya calon-calon pemimpin sebagai calon pemegang aspirasi rakyat yang berjiwa karakter.
Kondisi pendidikan di bumi Kalimantan Barat mengundang simpati seluruh elemen masyarakat peduli pendidikan. Rendahnya kualitas dan kuantitas pendidikan menjadi sorotan tajam dinas pendidikan. Drs. Alexius Akim, MM. Kepala Dinas Pendidikan Kalimantan Barat dalam Raker Gubernur Kalbar tahun 2010 menyatakan bahwa permasalahan pokok pendidikan di Kalimantan Barat adalah terbatasnya akses pendidikan; rendahnya mutu, relevansi, dan daya saing keluaran (out-put) pendidikan; dan lemahnya tata kelola, pencitraan publik dan akuntabilitas. Permasalahan pendidikan di Kalimantan Barat tidak hanya sebatas itu saja, tetapi juga mencakup krisis mental dan moral peserta didik dari usia taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Tentunya kondisi seperti ini bukanlah kondisi yang ideal untuk dicita-citakan.
Secara statistik pendidikan di Kalimantan Barat juga menuai banyak catatan buruk, “Apa buktinya?” Berdasarkan data IPM ( Indeks Pembangunan Manusia ), kalimantan barat menempati posisi ke 28 dari 33 provinsi di Indonesia dan merupakan yang terendah di regional Pulau Kalimantan. Dari hasil tes uji kompetensi guru yang direalisasikan pada awal tahun 2012, Kalimantan Barat menempati papan bawah klasemen persentase hasil tes. Dari 33 provinsi di Indonesia Kalimantan Barat berada pada peringkat 3 terendah dengan persentase 35,4 %, berada di bawah Kalimantan tengah. Tes yang diikuti oleh 281.016 guru menjadi tolak ukur rendahnya kualitas pendidikan di Kalimantan Barat. Sungguh ironi nasib pendidikan Kalimantan Barat sekarang ini.
Peserta didik sebagai generasi muda dan penerus bangsa yang diharapkan mampu membangun bumi Kalimantan Barat kedepannya, justru mengundang kekhawatiran masyarakat. Banyak aksi-aksi pelajar yang tidak wajar pada usianya, bahkan tergolong tindakan kriminal seperti merokok, perkelahian, balapan liar, bahkan mengkonsumsi narkoba. Berdasarkan data Puslitkes Universitas Indonesia tahun 2006 hingga 2007, dari 3,2 juta pengguna narkoba di Indonesia, 1,1 juta diantaranya adalah pelajar dan mahasiswa. Dari 1,1 juta pengguna narkoba dari kalangan pelajar dan mahasiswa, 40 persen diantaranya pelajar SLTP, 35 persen pelajar SLTA, dan 25 persen mahasiswa. Tentunya hal ini mencerminkan masih rendahnya mental dan moral peserta didik di Kalimantan Barat.
Mengenai rendahnya mental dan moral dari peserta didik, yang menjadi pertanyaan adalah “mengapa hal ini bisa terjadi?” Kurangnya pembekalan moral, dan terlambatnya pengetahuan nilai dan norma yang mereka peroleh menjadi beberapa faktor penyebab. Kurangnya pembekalan moral, akibat dari kurangnya perhatian tenaga pendidik dalam menanamkan dan membangun karakter peserta didiknya. Yang menjadi tujuan utama dan tolak ukur dalam pendidikan selama ini hanyalah sebatas nilai angka yang menjadi suatu kebiasaan. Sistem pendidikan di Indonesia secara umum masih dititikberatkan pada kecerdasan kognitif.
Tujuan utama pendidikan sepertinya telah terbiaskan menjauhi cita-cita bangsa negara ini. Perlu kita ingat kembali “apa yang menjadi cita-cita pendidikan negara ini?” Tertulis jelas dalam pembukaan UUD 1945 pada alenia keempat, satu diantara tujuan NKRI adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan ini dipaparkan lebih lanjut dalam UU No 20 tahun 2003 pada pasal 1 ayat 1 yang menyatakan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dan pada ayat 2, pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Beracuan dengan isi UU No 20 Tahun 2003, pendidikan nasional yang bersandarkan Pancasila dan UUD 1945 mempunyai harapan mengembangkan potensi, membentuk watak serta membangun peradaban yang bermartabat untuk menghasilkan peserta didik yang berahlak mulia, berilmu, sehat, kreatif dan mandiri serta berjiwa demokratis.
Kemendiknas telah menyadari bahwa anak bangsa dilanda krisis karakter, sehingga harus dilakukan pemupukan dan penyiraman untuk menumbuhkan kembali jiwa karakter mereka, dengan harapan Indonesia akan menuai panennya di masa yang akan datang. Bertepatan pada hari pendidikan nasional tahun 2010, kemendiknas meluncurkan sebuah program pendidikan, yang dikenal dengan “Pendidikan Karakter”. Melalui program ini diharapkan dapat menghasilkan generasi pembangun dan pemimpin bangsa serta meningkatkan kualitas pendidikan di tanah air yang berkarakter, bermolar dan berbudi pekerti tinggi.
Kemendiknas secara gencar menjalankan program Pendidikan Karakter dalam mensukseskan program tersebut. Pada bulan Juni tahun 2011 paling tidak ada 650.000 guru serta kepala sekolah dijenjang pendidikan tingkat SMP akan ditatar berkenaan dengan konsep pendidikan karakter. Harapan kedepannya mereka akan faham dan mengerti bagimana cara menerapkan pendidikan karakter kepada siswa yang di didiknya.
Pendidikan karakter didefinisikan sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati (Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karakter, 2010).
Dalam melaksanakan pendidikan karakter perlu adanya sarana serta distributornya. Peranan lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah menjadi sarana dan distributor yang tepat dalam membangun moral anak. Dari ketiga pilar pendidikan tersebut memiliki fungsi dan perananan masing-masing.
Mengingat bahwa pendidikan merupakan suatu siklus, tenaga pendidik juga melalui fase sebagai peserta didik yang memperoleh pendidikan di usianya dan sekian persen dari peserta didik akan melanjutkan tugas mulia sebagai tenaga pendidik begitu seterusnya. Pada pilar pertama, orangtua juga melalui proses pendidikan dan diterapkan kepada anaknya dan anak juga akan menjadi orangtua pada masanya.
Sebagai refleksi dari pemikiran dan permasalahan “krisis karakter peserta didik”, saya sebagai seorang mahasiswa akan melakukan pendekatan dari segi perguruan tinggi dalam memainkan perananannya. Menerapkan Pendidikan Karakter kepada mahasiswa khususnya mahasiswa FKIP maupun STKIP dan lainnya yang sejenis yang dipersiapkan sebagai calon pendidik. Bagi mahasiswa pendidikan karakter yang diberikan akan dijadikan sebagai bekal untuk diterapkan dalam membangun karakter peserta didik sehingga mampu memperbaiki citra kualitas pendidikan di Kalimantan Barat.
Banyak cara dan program yang dapat dilakukan dalam memantapkan pembangunan karakter mahasiswa khususya mereka sebagai calon pendidik. Satu diantaranya adalah dengan menjadikan Pendidikan Karakter sebagai matakuliah wajib bagi seluruh jurusan, seperti empat mata kuliah lainnya yakni Pengantar Pendidikan, Pengembangan Peserta Didik, Profesi Keguruan dan Belajar dan Pembelajaran yang menjadi syarat untuk menyusun tugas akhir strata satu (skripsi). Tentunya ini tidak mudah, karena harus adanya penyesuaian dengan kurikulum yang telah ada dan ditetapkan. Jika terjadi penambahan mata kuliah maka akan menambah jumlah sks yang telah di tetapkan sehingga perlunya penyesuaian ulang terhadap kurikulum.
Kedua, melalui matakuliah Pendidikan Kewarganegaraan dan matakuliah Pendidikan Agama. Meninjau kembali kurikulum dan pola pembelajaran. Dengan memantapkan peranan matakuliah Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Agama melalui pembekalan nilai dan moral yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 serta keimanan dan mental yang cerdas sesuai ajaran agama, diharapkan mampu membangun kembali citra baik karakter mahasiswa dalam berpikir dan tingkah laku.
Ketiga, menyisipkan nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam matakuliah Pengembangan Peserta Didik, Belajar dan Pembelajaran dan lainnya yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan pendidikan moral mahasiswa. Dalam matakuliah Pengembangan Peserta Didik mahasiswa diharapkan dapat mengenali karakter peserta didik dan sebagai pendidik bisa menyesuaikan metode pengajaran yang diterapkan. Sehingga dengan adanya korelasi antara Pendidikan Karakter dan materi perkuliahan, mahasiswa yang akan menjadi pendidik nantinya, selain mengenali karakteristik peserta didik juga mampu mengubah moral peserta didik ke arah yang lebih baik.
Keempat, menggalakkan kegiatan dan acara keagamaan di Universitas atau Perguruan Tinggi. Melalui materi-materi yang disampaikan dalam agenda tersebut pemikiran dan karakter mahasiswa diluruskan kembali sesuai ajaran yang dianutnya. Dan mereka dapat mengmbangkan nilai-nilai moral agama yang dianutnya.
Dengan pemantapan karakter mahasiswa yang disiapkan sebagai calon pendidik, maka harapan ke depannya adalah menghasilkan pendidik profesional dengan “good character”. Pendidik profesional yang telah dibekali Pendidikan Karakter dan jiwa berkarakter akan menciptakan proses pendidikan yang baik pula di berbagai jenjang pendidikan dari PAUD hingga Perguruan Tinggi. Dengan proses pendidikan yang baik maka diharapkan akan menghasilkan keluaran (output) yang berkarakter, bermoral, cerdas dan demokrasi sesuai dengan tujuan Pendidikan Nasional.
Dengan proses pembinaan dan pendidikan yang baik maka akan mampu memberantas aksi-aksi kriminal dan penyimpangan sosial serta menekan tingginya persentase pengguna narkoba di provinsi Kalimantan Barat.
Seperti yang telah dipaparkan di awal pemikiran, sebagian dari peserta didik akan menjadi calon pendidik dan pendidik. Dengan telah terbentuknya karakter yang baik ditambah program Pendidikan Karakter yang diusulkan pada artikel ini tentunya jiwa karakter melalui Pendidikan Karakter akan terus berkelanjutan dari periode ke periode. Sehingga mampu meningkatkan kualitas pendidikan di Kalimantan Barat.
Pembangunan jiwa berkarakter tidak hanya sebatas meningkatnya kulaitas pendidikan tetapi juga berdampak luas pada aspek kehidupan lainnya. Meningkatnya kualitas tenaga kerja di segala sektor, terciptanya lingkungan yang lebih kondusif. Dari segi politik, lahirnya calon-calon pemimpin sebagai calon pemegang aspirasi rakyat yang berjiwa karakter.
Saturday, 10 May 2014
Alamat Dinas Pendidikan di Kalimantan Barat
1. Dinas Pendidikan Prov. Kalimantan BaratJl. Sutan Syahril No.7 Pontianak (78116)Telp. 0561-734602,733756, Faksimili 0561-732976
2. Dinas Pendidikan Kab. SambasJl. Panji Anom Komplek SDN 6 Durian-Sambas (79400)Telp. 0561-391235, Faksimili 0561-391235
3. Dinas Pendidikan Kab. PontianakJl. Raden Kusno No. 117 Mempawah - Pontianak (78912)Telp. 0561 691417,691868, Faksimili 0561-691868
4. Dinas Pendidikan Kab. SanggauJl. Jend. Sudirman No. 21 Kel. Bunut - Sanggau (78511)Telp. 0564-21120,21826, Faksimili 0564-21826
5. Dinas Pendidikan Kab. Ketapang Jl. Letjen S. Parman No. 55 Ketapang (78851)Telp. 0534-32501,32532
6. Dinas Pendidikan Kab. Sintang Jl. Dr.Wahidin Sudirohusodo, SintangTelp. 0565-21605,21606
7. Dinas Pendidikan Kab. Kapuas HuluJl. Danau Luar No.10 Puttussibau ( 78711)Telp. 0567 21092, Faksimili 0567-21172
8. Dinas Pendidikan Kab. BengkayangJl. Guna Baru, Dusun Rangkang-Kota Bengkayang (79182)Telp. 0562-441307,441821,441271,441324, Faksimili 0562-441307
9. Dinas Pendidikan Kab. LandakJl. Pangeran Cinata Ngabang, Bardanadi, Ngabang (79357)Telp. 0563-21929, Faksimili 0563-21929
10. Dinas Pendidikan Kab. MelawiNanga Pinoh (Kab. Induk Sintang)
11. Dinas pendidikan Kota singkawang (79123)
Jl.Alianyang, singkawang
Telp.0562-632132, Fax 0562-638889
12. Dinas Pendidikan Kota PontianakJl. Sutoyo telp (0561) 736711
email : dinas-pendidikan@pontianakkota.go.id
PEMILIHAN PEMUDA PELOPOR TAHUN 2014-DISPORA Kota Pontianak
DEFINISI, DESKRIPSI BIDANG KEPELOPORAN,
PERSYARATAN DAN KRITERIA
A. DEFINISI KEPELOPORAN
Kepeloporan merupakan akumulasi dari semangat, sikap dan jiwa kesukarelawanan yang dilandasi kesadaran diri atas tanggung jawab sosial untuk menciptakan sesuatu dan /atau mengubah gagasan menjadi suatu karya nyata yang dilaksanakan secara konsisten, gigih dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat serta diakui pemerintah.
B. DESKRIPSI BIDANG KEPELOPORAN
1. Pendidikan
Kepeloporan bidang Pendidikan adalah suatu karya nyata pada bidang pendidikan yang diprakarsai oleh pemuda untuk mengatasi permasalahan pendidikan baik secara kualitas, maupun kuantitas, termasuk di dalamnya adalah pengembangan teknologi, metodologi dan pola managerial yang bermanfaat bagi masyarakat.
2. Sosial Budaya dan Pariwisata
Kepeloporan bidang Sosial Budaya dan Pariwisata adalah karya nyata yang dilakukan oleh pemuda dalam menciptakan dan/atau mengembangkan teknologi atau kegiatan terkait dengan bidang belanegara, kerukunan, seni dan budaya atau kegiatan kemasyarakatan lain yang bertujuan untuk dapat terciptanya kehidupan masyarakat yang damai dan sejahtera, serta melestarikan kekayaan budaya yang dapat mengharumkan nama bangsa.
3. Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Kepeloporan bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan adalah karya nyata yang dilakukan oleh pemuda dalam menciptakan, mengembangkan dan melestarikan dengan memanfaatkan teknologi atau kegiatan lainnya yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang terkonsentrasi pada pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan meliputi sektor pertanian, kelautan, kehutanan.
4. Industri dan Kesehatan Pangan
Kepeloporan bidang Industri dan Kesehatan Pangan adalah karya nyata yang dilakukan oleh pemuda dalam menciptakan dan/atau mengembangkan teknologi pangan dan kegiatan lainnya dalam bidang pengolahan pangan dan makanan sehat yang bertujuan untuk meningkatkan nilai guna dan kemanfaatan bahan pangan, dalam meningkatkan gizi dan derajat kesehatan masyarakat.
5. Komunikasi dan Informasi
Kepeloporan bidang Komunikasi dan Informasi adalah karya nyata yang dilakukan oleh pemuda dalam menciptakan dan/atau mengembangkan teknologi dan kegiatan lainnya dalam bidang komunikasi dan informasi yang mencakup,
sistem, program dan piranti (hardware) yang bertujuan membantu masyarakat dalam memudahkan akses komunikasi informasi.
C. PERSYARATAN
Persyaratan atau ketentuan umum bagi peserta, sebagai berikut:
1. Warga Negara Indonesia, usia 16 s.d. 30 tahun ( pada 28 Oktober 2014 tidak melebihi usia 30 tahun dengan melampirkan fotokopi akte kelahiran dan KTP);
2. Tidak pernah melakukan perbuatan tercela, atau merugikan masyarakat dan/atau lingkungan (ditandai dengan Surat Keterangan Catatan Kepolisian setempat);
3. Belum pernah memperoleh penghargaan tingkat nasional lainnya dari Kemenpora.
4. Tidak sedang mengikuti proses penilaian kepeloporan /prestasi sejenis lainya dari Kemenpora.
5. Memiliki suatu karya nyata bidang kepeloporan yang dilaksanakan secara konsisten dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat serta mampu memberikan nilai tambah pada aspek kehidupan masyarakat.
6. Kepeloporan yang dicapai telah diimplementasikan paling sedikit selama waktu 2 (dua) tahun;
7. Mendapatkan rekomendasi dari Pemerintah Daerah setempat melalui Dinas yang menangani Bidang Kepemudaan .
8. Tidak menggunakan fasilitas negara dalam kepeloporannya.
9. Tidak berstatus sebagai PNS atau Pegawai tetap BUMN/D
D. KRITERIA
1. Bidang Pendidikan
a. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. Memiliki loyalitas terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan tidak cacat hukum;
c. Memiliki idealisme, kejujuran, integritas, bijaksana, jiwa, kesukarewanan, berbudi pekerti dan bermartabat;
d. Memprakarsai upaya mengatasi masalah pendidikan di wilayahnya seperti, membangun fasilitas pendidikan yang menjadikan masyarakat terbuka akses sekolahnya; menciptakan program pendidikan yang berakses pada kemudahan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pendidikannya;
e. Mengembangkan teknologi, metodologi, pola managerial bidang pendidikan yang bermanfaat bagi meningkatnya mutu proses pembelajaran di sekolah, dan penyelenggaraan pendidikan bagi masyarakat.
2. Bidang Sosial Budaya dan Pariwisata
a. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. Memiliki loyalitas terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan tidak cacat hukum;
c. Memiliki idealisme, kejujuran, integritas, jiwa kesukarelawanan. bijaksana, berbudi pekerti dan bermartabat;
d. Menciptakan dan/atau mengembangkan teknologi atau kegiatan lainnya, terkait dengan bidang belanegara, yang bermanfaat bagi peningkatan semangat bela negara dan keamanan dalam kehidupan masyarakat.
f. Menciptakan dan/atau mengembangkan teknologi atau kegiatan lainnya, terkait dengan bidang seni dan budaya, yang bermanfaat bagi peningkatan kreasi seni, pelestarian budaya dan mengembangkan pariwisata tingkat daerah atau nasional.
g. Menciptakan dan/atau mengembangkan teknologi atau kegiatan lainnya, terkait dengan bidang agama, yang bermanfaat bagi peningkatan kesadaran dan kualitas hidup beragama bagi masyarakat.
h. Menciptakan dan/atau mengembangkan teknologi atau kegiatan lainnya, terkait dengan bidang olahraga, yang bermanfaat bagi peningkatan semangat dan kesadaran berolahraga untukmeningkatkan kesehatan dan kebugaran masyarakat.
i. Menciptakan dan/atau mengembangkan teknologi atau kegiatan lainnya, terkait dengan masalah sosial kemasyarakatan, terkait dengan nilai-nilai kemanusiaan yang bertujuan untuk mengangkat harkat martabat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
3. Bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
a. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b. Memiliki loyalitas terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan tidak cacat hukum.
c. Memiliki idealisme, kejujuran, integritas, bijaksana, berbudi pekerti dan bermartabat.
d. Menciptakan dan/atau mengembangkan teknologi atau kegiatan lainnya, terkait dengan bidang kelautan bertujuan memelihara, mengolah, dan melestarikan sumberdaya alam dan lingkungan di sektor kelautan, yang bermanfaat bagi meningkatnya kualitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, dengan tetap menjaga kelestarian dan perlindungan kekayaan alam kelautan.
e. Menciptakan dan/atau mengembangkan teknologi atau kegiatan lainnya, terkait dengan bidang bertujuan memelihara, mengolah, dan melestarikan sumberdaya alam dan lingkungan di sektor kehutanan, yang bermanfaat bagi meningkatnya kualitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, dengan tetap menjaga kelestarian dan perlindungan kekayaan alam hutan.
f. Menciptakan dan/atau mengembangkan teknologi atau kegiatan lainnya, terkait dengan bidang bertujuan memelihara, mengolah, dan melestarikan sumberdaya alam dan lingkungan di sektor pertanian, yang bermanfaat bagi meningkatnya kualitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, dengan tetap menjaga kelestarian dan perlindungan kekayaan alam pertanian.
4. Industri dan Kesehatan Pangan
a. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b. Memiliki loyalitas terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan tidak cacat hukum.
c. Memiliki idealisme, kejujuran, integritas, bijaksana, berbudi pekerti dan bermartabat.
d. Menciptakan dan/atau mengembangkan teknologi atau kegiatan lainnya, terkait dengan bidang industri dan pengolahan pangan yang bertujuan untuk meningkatkan gizi dan makanan sehat bagi masyarakat.
e. Menciptakan dan/atau mengembangkan teknologi atau kegiatan lainnya, terkait dengan bidang industri dan pengolahan makanan kesehatan, yang bertujuan untuk meningkatkan gizi dan makanan sehat bagi masyarakat.
5. Komunikasi dan Informasi
a. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b. Memiliki loyalitas terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan tidak cacat hukum.
c. Memiliki idealisme, kejujuran, integritas, bijaksana, berbudi pekerti dan bermartabat.
d. Menciptakan dan/atau mengembangkan teknologi atau kegiatan lainnya, terkait dengan teknologi dan kegiatan lainnya dalam bidang komunikasi dan informasi yang mencakup, sistem komunikasi dan informasi yang bertujuan membantu masyarakat dalam memudahkan akses komunikasi informasi.
e. Menciptakan dan/atau mengembangkan teknologi atau kegiatan lainnya, terkait dengan teknologi dan kegiatan lainnya dalam bidang komunikasi dan informasi yang mencakup, program komunikasi dan informasi yang bertujuan membantu masyarakat dalam memudahkan akses komunikasi informasi.
f. Menciptakan dan/atau mengembangkan teknologi atau kegiatan lainnya, terkait dengan teknologi dan kegiatan lainnya dalam bidang komunikasi dan informasi yang mencakup, piranti komunikasi dan informasi yang bertujuan membantu masyarakat dalam memudahkan akses komunikasi informasi.
MENYONGSONG PEMIRAMA FKIP UNTAN 2014
Debat Kandidiat Pemirama FKIP UNTAN |
Bersama-sama untuk menuju FKIP lebih baik.
Ayo memilih!
WASPADA PUNGLI (Pungutan Liar)
STOP PUNGLI |
Oleh Mariyadi dalam mimbaruntan.com, Pontianak—Saat ditanya mengenai Pungutan di jurusan, Herkulana, Pembantu Dekan II Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Tanjungpura (Untan), Pontianak, mengatakan tidak mengetahui bahwa ada pungutan yang dilakukan oleh pihak jurusan di FKIP sendiri.
“Kalau di PD II Bolehkan, itu dia pakai kuitansi, itu kan tidak pakai kuitansi,” katanya, saat diwawancarai di ruang kerjanya. Kamis (8/05).
Menurut Herkulana, mahasiswa tidak boleh membayar apapun saat seminar. Kalau membawa makanan tidak apa-apa karena itu kemauan mereka sendiri. Sedangkan untuk pungutan yang dilakukan oleh jurusan ini, memang seharusnya tidak ada. “Saya akan panggil dia, saya tegur dia, karena itu tidak diperbolehkan, itu namanya Pungli,” pungkas Herkulana.
__________
Beberapa mahasiswa mengaku bahwa satu di antara oknum pengurus administrasi di Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Tanjungpura (Untan), Pontianak memungut uang untuk rekomendasi seminar dan sidang sebesar Rp 75.000,00.
Menurut satu diantara mahasiswa FKIP angkatan 2010 yang tidak mau disebutkan namanya itu, ia harus membayar Rp 25.000,00 untuk surat rekomendasi Seminar dan Rp 50.000,00 untuk rekomendasi skripsi dan itu tidak berkuitansi. “Dari kajur dimintak rekomendasi seminar sebesar Rp 25.000,00 untuk sidang Rp 50.000,00. Kamek pun heranlah untuk ape ke, pas ditanyakan untuk ape, dibilangnye untuk uang kas jurusan,” ungkapnya, Senin, (5/5).
Begitulah cerita pungutan liar di FKIP Untan yang diakui oleh mahaiswa. Pungutan liar diatur dalam Undang-undang No. 20 tahun 2001 pasal 12 titel e, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang berbunyi “Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri”
Friday, 9 May 2014
The Climate Reality Project
Posted By: The Climate Reality Project (campaign leader)
The late Senator Daniel Moynihan famously said, "Everyone is entitled to his own opinions, but not to his own facts."
We have all the facts, and they're not changing. We're living in a warming world, but the solutions to a sustainable future are here today. And these solutions start with cutting carbon pollution.
This proposal is just one sign of many that momentum for climate solutions is well and truly with us. In the United States, a solar system is installed every four minutes. In the past five years, electricity generated by wind in our country has more than tripled. And in the last six months combined, more than 80 percent of the new electricity capacity added to the U.S. grid was renewable energy.
Our future is renewable; this is clear. Your support of the EPA's groundbreaking regulations will help us get there faster.
You don't want to miss this opportunity. This is the last time the public will be able to comment on this particular ruling, so be sure to get your comment in before the deadline on May 9.
We need a historic commitment from not only people like you, but also from the U.S. government in order to support a massive, speedy shift away from coal, oil, and gas to renewable forms of energy.
This is how we'll stop climate disruption. The solutions are right here in front of us – we just need to make our choice to act today.
Support the EPA's historic regulations today, before it's too late.
Sincerely,
The Climate Reality team
www.ClimateRealityProject.org |
Friday, 2 May 2014
PEKAN RAYA PENDIDIKAN FKIP UNTAN 2014
Pekan Raya Pendidikan (PRP) FKIP UNTAN merupakan kegiatan tahunan yang dilaksanakan dalam ranah kerja kementrian pendidikan (Kemendik) BEM FKIP UNTAN. Tahun ini, PRP FKIP UNTAN 2014 bertemakan "Wujudkan generasi muda yang kreatif, edukatif, kompetitif, dan inovatif melalui Pekan Raya Pendidikan FKIP UNTAN 2014."
Lomba-lomba yang dihadirkan dalam PRP tahun ini diadaptasi dari tahun lalu dan diberikan inovasi, yakni "Micro Teaching Competition". Pada kegiatan PRP sebelumnya, lomba Micro Teaching ini belum diadakan. Tahun ini, panitia membuat terobosan baru dalam mengadakan lomba Micro Teaching untuk tingkat fakultas.
Lomba-lomba lainnya yang tetap eksis, yaitu: Artikel Nasional Mahasiswa, Artikel Pendidikan Pelajar, Debat Antar Mahasiswa se-Kalimantan barat, dan Pemilihan Duta Pendidikan 2014.
Kegiatan ini terselenggara atas kerjasama BEM FKIP UNTAN dengan sejumlah KBM FKIP UNTAN dalam kepanitiaannya.
Wednesday, 16 April 2014
BORNEO OF STUDENT SUMMIT 2014
Berikut cuplikan timeline BEM FKIP UNTAN dalam masa kegiatan #BOSS2014 10-13 April 2014
University tour pusing-pusing Untan. Goyang lutut |
Khidmat Comunity. Desa Peniti, Kec.Siantan Kalbar Indonesia. |
Cultural Night |
Selamat Jalan rekan Unimas. Lain mase jumpe lagi |
Saturday, 1 March 2014
BICARA TENTANG Gelar Gr. dan Pendidikan Profesi Guru
Guru Profesional, Sarana Meningkatkan Kualitas Pendidikan |
Oleh:
berbagai sumber
Gelar ‘Gr.’ belakangan ini
sudah mulai dimunculkan dalam perbincangan terkait Pendidikan Profesi Guru
(PPG). Dilansir dalam sekolahdasar.net: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) akan mewajibkan seluruh guru untuk mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG). Menurut Mendikbud
Mohamad Nuh, seorang sarjana pendidikan (S.pd) masih belum bisa disebut sebagai
guru sebelum lulus dari PPG dan sertifikasi guru. Sehingga seluruh guru dengan
gelar S.pd diwajibkan mengenyam kembali bangku kuliah melalui PPG sebelum menjadi
guru.
Rencana pemerintah memberi
gelar Gr untuk guru menimbulkan pertanyaan di kalangan guru. Ketua Persatuan
Guru Republik Indonesia (PGRI) Surakarta Sugiaryo khawatir pendidikan profesi
guru (PPG) untuk mendapatkan gelar Gr akan tumpang-tindih dengan proses pembelajaran
di universitas.
Sebab, dalam kurikulum sarjana pendidikan, sudah tercakup materi tentang profesionalitas guru. “Misalnya ada mata kuliah metodologi pembelajaran atau kependidikan,” katanya kepadaTempo, Senin, 10 Februari 2014.
Lalu ada kewajiban bagi calon sarjana pendidikan untuk menempuh praktek mengajar selama tiga bulan di sekolah mitra. “Lulusan fakultas keguruan dan ilmu pendidikan (FKIP) pun dapat dua sertifikat. Yaitu sarjana pendidikan dan akta IV untuk bekal mengajar,” ucapnya.
Sugiaryo mengatakan akta IV melekat dalam kurikulum calon guru di FKIP. Jika pemerintah memaksakan ada PPG, seharusnya materi kompetensi dipisahkan dari kurikulum di FKIP. “Pemerintah jangan tergesa-gesa menerapkan guru sebagai profesi. Harus ada uji kurikulum, uji kompetensi, dan sebagainya,” katanya.
Dia meminta pemerintah melakukan kajian mendalam ihwal pentingnya gelar Gr bagi guru dan proses mendapatkannya.Sebab, struktur kurikulum saat ini sudah mencakup profesionalitas guru. ”Jangan disamakan dengan dokter atau akuntan. Mereka memang harus melalui pendidikan profesi agar menyandang gelar dokter atau akuntan dan bisa praktek,” ucapnya.
Pengamat pendidikan dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Furqon Hidayatullah mendukung pemberian gelar Gr untuk guru. Dia menilai gelar Gr dan proses mendapatkannya sebagai bentuk penguatan terhadap profesi guru. ”Harapannya guru lebih siap menghadapi tantangan,” ujarnya. Dilansir oleh tempo.co.
Dilansir dalam
koranpendidikan.com: Mendikbud M. Nuh menyatakan, peluang menjadi PNS guru
tidak hanya dimiliki sarjana lulusan FKIP atau LPTK. Semua sarjana dari bidang
ilmu lain juga memiliki kesempatan yang sama, setelah mengikuti PPG dan
mengantongi sertifikat pendidik. Akan tetapi, pakar manajemen pendidikan
Universitas Negeri Malang (UM) Dr Waras Kamdi MPd, memandang PPG tidak lah
sesederhana itu. Apalagi, dianalogikan secara ala kadarnya dengan profesi
dokter, pengacara, atau pun akuntan.
“Ini (analogi) adalah bentuk simplifikasi (penyederhanaan, red) yang kurang tepat. PPG, mestinya bukan asal. Peserta PPG harus memiliki latar belakang pendidikan linier atau relevan dengan ilmu keguruan sebelumnya. Kemendikbud harusnya konsisten diawali dari hal ini,” tegas Waras.
Jika hal ini dipaksakan, tersirat Waras tampak pesimis PPG akan menghasilkan calon guru kompeten dan profesional nantinya. Lalu, seperti apa konsep dan disain PPG sehingga jaminan mutu outputnya bisa dipastikan? Menurut Waras, input dan model pendidikan dalam PPG tetap harus diperhatikan syarat dan karakternya secara khusus. Untuk calon peserta, tidak bisa siapa pun, termasuk mahasiswa atau sarjana non-kependidikan, bisa langsung mengikuti PPG.
“Untuk bisa mengikuti PPG, input peserta non-keguruan tetap harus mengalami perkuliahan teori-teori pembelajaran dan keguruan terlebih dahulu, melalui program dual degree atau sejenisnya. Konsep syarat ini yang selama ini belum diakomodir Kemendikbud,” sesal pria yang juga menjabat Dekan Fakultas Teknik UM ini.
Seberapa penting kah teori-teori akademik keguruan tersebut? Apalagi, ada anggapan sarjana non-keguruan memiliki penguasaan konsep yang lebih hebat dibanding lulusan kependidikan atau keguruan. Menurut Waras, teori-teori akademik kependidikan dan keguruan diyakini menjadi dasar filosofis yang membentuk epistemologi dan pola pikir guru terkait profesi pedagogik dan profesionalnya. Dasar-dasar kependidikan ini pula yang bisa mempengaruhi pengambilan keputusan seorang guru dalam pengelolaan kelas dan aktivitas belajar-pembelajaran.
“(Teori-teori kependidikan) sangat penting. Justru, jangan dianggap sepele dan diabaikan,” tambah Waras.
Jika lama studi PPG tak lebih dari satu atau dua tahun, bukan kah akan sama saja dengan program Akta Mengajar IV yang selama ini ada? Toh, bagi mahasiswa kependidikan, materi keguruan juga sudah diperolehnya setidaknya sebanyak 40 SKS.
Soal ini, Waras memastikan PPG akan jauh berbeda. Model perkuliahan PPG akan dirancang dengan disain interrenship. Artinya, tidak lagi banyak teori akademik pendidikan dan keguruan. Sebaliknya, mahasiswa akan banyak mengaplikasikan ilmu keguruan dengan praktik magang langsung di dunia pendidikan. Di sekolah-sekolah yang ditunjuk, akan ada guru-guru pamong yang akan membimbing peserta PPG. min-KP
“Ini (analogi) adalah bentuk simplifikasi (penyederhanaan, red) yang kurang tepat. PPG, mestinya bukan asal. Peserta PPG harus memiliki latar belakang pendidikan linier atau relevan dengan ilmu keguruan sebelumnya. Kemendikbud harusnya konsisten diawali dari hal ini,” tegas Waras.
Jika hal ini dipaksakan, tersirat Waras tampak pesimis PPG akan menghasilkan calon guru kompeten dan profesional nantinya. Lalu, seperti apa konsep dan disain PPG sehingga jaminan mutu outputnya bisa dipastikan? Menurut Waras, input dan model pendidikan dalam PPG tetap harus diperhatikan syarat dan karakternya secara khusus. Untuk calon peserta, tidak bisa siapa pun, termasuk mahasiswa atau sarjana non-kependidikan, bisa langsung mengikuti PPG.
“Untuk bisa mengikuti PPG, input peserta non-keguruan tetap harus mengalami perkuliahan teori-teori pembelajaran dan keguruan terlebih dahulu, melalui program dual degree atau sejenisnya. Konsep syarat ini yang selama ini belum diakomodir Kemendikbud,” sesal pria yang juga menjabat Dekan Fakultas Teknik UM ini.
Seberapa penting kah teori-teori akademik keguruan tersebut? Apalagi, ada anggapan sarjana non-keguruan memiliki penguasaan konsep yang lebih hebat dibanding lulusan kependidikan atau keguruan. Menurut Waras, teori-teori akademik kependidikan dan keguruan diyakini menjadi dasar filosofis yang membentuk epistemologi dan pola pikir guru terkait profesi pedagogik dan profesionalnya. Dasar-dasar kependidikan ini pula yang bisa mempengaruhi pengambilan keputusan seorang guru dalam pengelolaan kelas dan aktivitas belajar-pembelajaran.
“(Teori-teori kependidikan) sangat penting. Justru, jangan dianggap sepele dan diabaikan,” tambah Waras.
Jika lama studi PPG tak lebih dari satu atau dua tahun, bukan kah akan sama saja dengan program Akta Mengajar IV yang selama ini ada? Toh, bagi mahasiswa kependidikan, materi keguruan juga sudah diperolehnya setidaknya sebanyak 40 SKS.
Soal ini, Waras memastikan PPG akan jauh berbeda. Model perkuliahan PPG akan dirancang dengan disain interrenship. Artinya, tidak lagi banyak teori akademik pendidikan dan keguruan. Sebaliknya, mahasiswa akan banyak mengaplikasikan ilmu keguruan dengan praktik magang langsung di dunia pendidikan. Di sekolah-sekolah yang ditunjuk, akan ada guru-guru pamong yang akan membimbing peserta PPG. min-KP
Wednesday, 15 January 2014
E-Bulpen BEM FKIP Untan 2013/14 edisi Kedua
E-Bulpen BEM FKIP Untan 2013/14 edisi kedua. Silahkan diunduh. Selamat membaca. Semoga terinspirasi
DOWNLOAD E-Bulpen BEM FKIP Untan 2013/14 edisi kedua :
E-Bulpen edisi perdana bagi yang belum baca dapat diunduh di E-Bulpen Edisi Perdana
DOWNLOAD E-Bulpen BEM FKIP Untan 2013/14 edisi kedua :
E-Bulpen edisi perdana bagi yang belum baca dapat diunduh di E-Bulpen Edisi Perdana
Subscribe to:
Posts (Atom)